Malfoy's daughters #2 Bunda Kedua

Kaiyu adalah nama panggilan si sulung Arquella. Nama panggilan yang sampai sekarang digunakan karena dari kecil si bungsu Ainsley selalu memanggilnya Kaiyu.

Masing- masing anak memiliki nama panggilan sendiri yang secara tidak langsung si bungsu lah sebagai pencetusnya saat kemampuan bicaranya masih gugugaga.

Jillian punya nama panggilan Kaili dan Jeanneth punya nama panggilan Kanet. Sedangkan si bungsu sendiri punya nama panggilan Kyoo.

Kaiyu sekarang sudah menginjak usia dua puluh tahun. Mahasiswa semester empat jurusan kedokteran. Daddy Draco selalu bilang Kaiyu punya ambisi seperti bunda. Kaiyu sangat disiplin dan selalu bekerja keras mengusahakan yang terbaik dalam segala hal. Bagi adik adiknya dia seperti perwujudan bunda. Bahkan daddy Draco pun kadang tidak mampu membantah argumennya. Tegas tapi lembut, itulah Kaiyu.

Hari ini jadwal perkuliahan Kaiyu full dari pagi hingga sore. Kaiyu selalu mengusahakan absensi kehadiranya seratus persen. Namun di tengah kelas yang sedang berlangsung, Kaiyu mendapat pesan mendadak dari daddy Draco.

"Kak, bisa tolong daddy? Si kembar buat masalah. Kakak tolong temui wali kelasnya, daddy lagi ada rapat jadi tidak bisa datang. Bisa kak?"

Bisa tidak bisa, Kaiyu akhirnya ijin di tengah perkuliahanya. Kesal, harinya sedang buruk, moodnya berantakan menghadapi problematika anak kuliahan, tugas menumpuk, kegiatan organisasi nya tak berjalan lancar dan sekarang ditambah si kembar yang lagi-lagi membuat onar.

Sesampainya di sekolah si kembar, Kaiyu disambut hangat oleh ibu Ida, guru yang dulu juga adalah gurunya. Sebagai alumni sekolah ini juga, tidak seperti si kembar yang punya reputasi anak nakal, Kaiyu malah sebaliknya. Ia dikenal sebagai murid teladan kesayangan guru. Ngomong ngomong si bungsu juga sekolah disatu sekolah yang sama. Satu tingkat dibawah si kembar, kelas sepuluh.

"Jadi begini nak Quella, Jillian dan Jeanneth ditengah jam pelajaran, mereka membolos dengan beberapa anak anak lain di warung belakang sekolah. Disana kami juga mendapati mereka sedang merokok.."

"Kami tidak ikut merokok." Sanggah Jillian menyela ucapan bu Ida.

"Jillian kamu belum di ijinkan bicara." Tegur wanita setengah abad tersebut.

"Kami mendapati mereka merokok. Karena itu kami pikir, pihak wali murid berhak untuk mengetahui kejadian ini."

Setelah selesai dengan informasi yang di sampaikan oleh wali kelas si kembar, kini ketiganya beserta si bungsu telah berada di dalam mobil si sulung menuju pulang. Dalam keheningan, Kyoo duduk dibangku depan disamping Kaiyu, sedangkan Kaili dan Kanet duduk belakang, di bangku penumpang. Hanya dengan sekali lihat, ketiga yang lebih muda tahu bahwa kakak mereka tengah tak baik-baik saja. Dan opsi terbaik saat ini adalah diam.

Sesampainya dirumah, Kaiyu mempersilahkan Kyoo ke kamar untuk membersihkan diri sedangkan ia perlu bicara dengan si kembar.

Diruang tengah mewah keluarga Malfoy, si kembar duduk di sofa beludru berwarna putih tulang sedangkan Kaiyu berdiri disebrang mereka. Keduanya menunduk tak berani menatap sang kakak yang tampak marah.

"Siapa yang mau jelasin apa yang tadi kalian lakukan di sekolah." Intonasinya tenang namun terdengar dingin.

"Kita bolos pelajaran tapi kita tidak merokok." Kaili menyahuti tanpa berniat untuk menatap sang kakak.

"Kita minta maaf Kak." Ucap Kanet lirih.

"Baik, kakak percaya kalian tidak merokok. Tapi buat apa kalian bolos pelajaran cuma buat kumpul kumpul sama tukang ngerokok? Kalian ikut hirup asap rokoknya, best friend banget sampe mau sharing penyakit?" 

"Mau sampai kapan kalian bikin daddy sama kakak terus-terusan di panggil kesekolah?" Pertama kalinya si kembar mendapati kakak mereka terlihat sekecewa ini.

"Maaf kak." Kaili juga merasa perlu untuk meminta maaf atas dirinya sendiri. Sebagai yang lebih tua harusnya ia dapat lebih dewasa dalam bertindak.

"Maaf tapi di ulang lagi? Kakak itu capek!" Suara Kaiyu meninggi.

"Kaiyu..."

"Dan kamu, Kanet!" Kaiyu memotong ucapan Kanet. Gadis itu terkejut mendengar Kaiyu dengan nada tingginya. Pertama kalinya kakak sulungnya semarah ini.

"Kamu tidak lupa kan, kamu itu ada asma?" Kanet mengangguk. Air matanya mulai beranak di ujung pelupuk.

"Kamu ngerti tidak kalau asap rokok itu bahaya buat kamu?"

"Ngerti kak." Jawab Kanet mulai menangis.

"Kenapa masih disana kumpul kumpul sama perokok? Kalau kenapa-napa gimana? Apa tidak pernah kepikiran gimana sedihnya orang-orang yang sayang sama kamu waktu asma kamu kambuh?" Ada jeda untuk Kaiyu mengontrol emosinya. Nafasnya bahkan terasa berat.

"Kamu tahu tidak gimana khawatirnya daddy waktu kamu sakit? Gimana khawatirnya kakak juga adek?" Kanet menganggukan kepalanya mengiyakan dibarengi tetesan air matanya yang mulai berderai saat rasa bersalah menghampiri benaknya.

"Jawab!"

"Kakak mau dengar langsung kalau kamu memang paham!"

"I-iya Kanet paham, Kaiyu maafin Kanet." Jawab si adik kembar tersendat akibat menangis. Netranya menatap si sulung, berusaha menunjukan kesungguhan dari penyesalanya.

"Kaili juga minta maaf, Kaiyu. Sebagian besar ini salah aku. Seharusnya aku lebih bisa jagain Kanet. Aku seharusnya sadar disana beresiko buruk buat kesehatan Kanet."

"Jangan marahin Kanet lagi Kaiyu. Aku yang salah. Marahin aku saja. Kanet paling takut dibentak."

"Akan ada banyak orang lain yang bentak kalian, kalau kalian terus menerus bikin masalah." Balas Kaiyu.

"Tapi Kaiyu bukan orang lain."

Sepeninggalan si kembar, Kaiyu terduduk di sofa kemudian menyenderkan punggungnya, lelah. Kedua tangan nya menutup wajahnya. Sebentuk penyesalan menghampiri benaknya. Tidak seharusnya ia meninggikan suaranya saat bicara pada adik kembarnya tadi.

"Kaiyu," Itu suara Kyoo di ujung tangga. Kaiyu menurunkan kedua tangannya menatap sumber suara. Si bungsu terlihat rapi dengan setelan muslimahnya lengkap dengan kerudung putih yang membuatnya tampak sejuk dipandang.

"Kyoo pamit pergi ngaji dulu ya, kak." Ucap Kyoo hati-hati dan hal itu tak luput dari pandangan Kaiyu. Mungkin tadi Kyoo dengar dia marah-marah, batinnya.

"Sama Iki?" Tanya Kaiyu lembut.

"Iya."

"Hati-hati."

Kyoo pergi setelah mencium punggung tangan kakak sulungnya.

••••••••••

"Kenapa?" Riki mensejajarkan sepedanya disamping sepeda Kyoo. Ia menyadari ada yang berbeda dari raut wajah sahabat sekaligus merangkap kekasih nya itu.

Kyoo menghela nafas.

"Tadi Kaiyu marah. Aku kasian sama Kaiyu tapi juga kasian sama si kembar jamet."

"Gara-gara kasus tadi disekolah itu?" Kyoo mengangguk.

"Biarin aja yang. Si kembar jamet sekali-kali perlu dimarahi, kan mereka memang salah."

"Kaiyu sepertinya lagi banyak pikiran."

"Makanya biarin saja, jangan terlalu di pikirin."

"Tapi dimarahi Kaiyu kayaknya ngga seru." Kyoo cemberut yang bikin Riki terkekeh.

"Dimana-mana dimarahi pasti ngga seru, yang." Ucapnya lembut.

••••••••••

Jam sebelas malam daddy Draco baru sampai dirumah. Hampir tengah malam, namun ia masih mendapati putri sulungnya duduk diruang tengah. Sepasang earbuds menyumbat telinganya dan satu tangannya memegang buku tebal yang sedang ia baca.

Daddy Draco kemudian mengambil tempat duduk disamping putri sulungnya. Menyadari daddy duduk disamping, Kaiyu melepaskan earbuds yang terpasang di telinganya.

"Kakak kenapa belum tidur jam segini?"

"Belum ngantuk, dad."

"Kakak sudah makan?"

"Sudah."

"Temenin daddy makan ayo. Daddy laper belum makan."

"Daddy mau dimasakin indomie?" Tawar si sulung.

"Indomie soto dua pake telor ya, kak."

Diruang makan, daddy Draco menikmati indomie topping telor dengan lahap sedangkan si sulung duduk di sebrangnya menemani. Sesekali dibarengi dengan obrolan ringan.

"Gimana kuliahnya hari ini?" Tanya daddy disela menyeruput kuah indomienya.

"Ngga gimana- gimana. Biasa aja."

"Tadi masih ada kelas dong, pas daddy minta kakak kesekolah si kembar?"

"Iya tapi itu sudah hampir selesai kok. Tinggal satu mata kuliah lagi."

"Maaf ya kak, daddy ngerepotin kakak." Ucap daddy tulus.

"Ngga papa." Namun tanpa bisa ia tahan, Kaiyu menitihkan air matanya.

"Loh, loh kok nangis?" Ucap daddy sedikit panik. Namun si sulung hanya menggeleng.

"Sini cerita sama daddy." Daddy hendak pindah tempat duduk disamping Kaiyu, sambil membawa mangkok indomienya yang belum habis.

"Daddy disitu aja, jangan kesini." Sedikit merengek, sesuatu yang tidak akan pernah ia tunjukan pada orang lain. Daddy Draco mengurungkan niatnya.

"Iya sudah iya, tapi kakak kenapa kok tiba-tiba nangis?" daddy sepenuhnya fokus menanti si sulung bercerita.

"Tadi kakak marah," Jedanya

"Kakak bentak Kanet." Sesenggukan tak kuasa lagi menahan diri.

"Terus sekarang kakak nyesel?" Tanya daddy yang diangguki putri sulungnya sebagai jawaban.

"Ngga papa. Kakak sudah benar. Kakak ngga perlu terus menahan diri. Kakak pasti capek banget ya?" Suara daddy terdengar teduh yang membuat si sulung semakin tersedu.

"Si kembar pasti paham kenapa kakak sampai seperti itu. Bagus kakak masih bisa merasa bersalah, artinya kakak masih punya rasa kasih sayang yang tulus. Tapi ngga perlu terus-terusan merasa bersalah."

"Daddy selalu bisa mengendalikan diri, tapi kakak," Kaiyu tak dapat melanjutkan kalimatnya.

"Kaiyu bukan daddy. Kakak ngga hidup disituasi daddy, juga sebaliknya daddy ngga hidup disituasi kakak. Kakak boleh marah, boleh sedih, boleh capek, boleh juga salah. Yang penting dari berbuat salah adalah kita sadar kita berbuat salah kemudian kita memperbaiki dan tidak mengulanginya."

Sejenak daddy menjeda ucapanya. Pandanganya terfokus pada si sulung yang masih menangis.

"Daddy selalu bangga sama kakak. Kakak selalu mengusahakan yang terbaik untuk semuanya. Itu sudah lebih dari cukup."

Malam itu diakhiri oleh mereka dengan doa bersama sebelum menutup obrolan menuju tidur. Keduanya mengukir tanda salib kemudian menyatukan tangan dan mencoba bersyukur untuk semua berkat atas baik dan buruk hari ini. Semoga esok dunia bisa bersikap lebih baik lagi. Dan tentu saja dengan usaha terbaik mereka.

Daddy Draco sebenarnya sudah tahu apa yang terjadi dari si bungsu yang selalu menjadi informan paling terpercaya. Kyoo sudah menceritakan semuanya di telepon.

Draco Malfoy merasa menyesal sebagai orang tua. Sebagai seorang ayah dia telah memberi putri sulungnya bayak beban dan tanggung jawab. Dari kecil si sulung di haruskan mengalah dan bersabar terhadap adik-adiknya. Gadis kecil yang dipahat menjadi mandiri dan kuat, sedikit kaku karena terbiasa dipaksa keadaan untuk terus pengertian. 

Si sulung, si bunda kedua.

Comments

Popular Posts